Minggu, 15 November 2015

Pembangunan Sebagai Kebebasan: Pandangan Amartya Sen tentang Pembangunan



 
            Menurut Profesor Amartya Kumar Sen, tujuan pembangunan adalah memperluas kebebasan rill yang dapat dinikmati oleh rakyat, yang di dalamnya terdapat dukungan oleh bebrbagai kebebasan tertentu demi memajukan kebebasan-kebebasan yang lainnya. Kaitan antara berbaai kebebasan ini bersifat empiris dan kausal, tidak berdiri sendiri atau selalu menjadi bagian. Namun, pandangan ini berlawanan dengan pandangan konvesional, yang melihat pembangunan melulu sebagai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), peningkatan pendapatan pribadi, industrialisasi dan kemajuan tekhnologi , atau modernisasi sosial.
            Tiadanya kebebasan substantif disebabkan oleh beberapa alasan, yang diantaranya :
a.       Kemiskinan absolut yang berwujud bencana kelaparan.
b.      Pandangan tradisional yang menyimpulkan bahwa bencana kelaparan disebabkan oleh turunnya persediaan pangan (pandangan FAO). Menurut Prof Sen, perhatian juga harus dipusatkan juga pada entittlement (hak) yang dimiliki setiap orang, yaitu komoditas yang dapat digunakan untuk membangun kepemilikan dan kekuasaan.
c.       Tiadanya fasilitas umum dan sosial serta antiperempuan yang dianut oleh beberapa masyarakat miskin atau tradisional.
d.      Hilangnya hak politik dan sipil karena tindakan pemerintah otoriter. Di negara berkembang penolakan terhadap sistem demokrasi seringkali didasarkan oleh argumen berikut :
1.      Klaim bahwa kebebasan dan hak politik menghambat pembangunan ekonomi (Lee Thesis). Namun bukti empiris yang dihimpun oleh Prof. Sen menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pertama-tama disebabkan oleh iklim ekonomi yang menguntungkan daripada sistem politik yang keras.
2.      Klaim bahwa jika ditawarkan kepada orang miskin antara kebebasan politik atau pememuhan kebutuhan ekonomi, maka mereka akan memilih pilihan yang kedua. Klaim ini juga didasarkan oleh bukti yang minim. Satu-satunya untuk menguji kebenarannya adalah dengan menyerahkan kepada ujian demokratis dalam ujian umum. Namun kebijakan ini ditolak oleh pendukung otoriterisme.
3.      Klaim bahwa kebebasan politik dan demokrasi adalah “konsep Barat” yang tidak sesuai dengan “nilai-nilai Asia”. Padahal Asia Tenggara, Selatan, maupun Timur memiliki budaya, etnis, dan bahasa yang sangat beraneka ragam, sehingga usaha menyamaratakan “nilai-nilai Asia” cenderung keliru.
Hubungan antara demokrasi dan tiadanya bencana kelaparan mudah dicari. Bencana kelaparan membunuh berjuta-juta orang di negara nondemokratis, namun tidak membunuh para penguasanya karena mereka tidak memikul konsekuensi atas kegagalan mencegah terjadinya bencana kelaparan. Sebaliknya, di negara-negara demokrasi, bencana kelaparan dapat menimpa kelompok berkuasa dan pemimpin politik. Ancaman ini telah memberi mereka dorongan politik untuk mencegah bencana kelaparan.
Menurut Prof Sen, pembangunan harus dipandang sebagai usaha untuk memperluas kebebasan substantif atau “kemampuan manusia” yang dimiliki oleh orang banyak. Tidak sama dengan “modal manusia” yang hanya memfokuskan upaya manusia dalam meningkatkan kemungkinan produksinya, “kemampuan manusia” memfokuskan perhatian kepada kebebasan substantif semua orang untuk menempuh kehidupan yang menjadi idaman dan meningkatkan pilihan-pilihan rill yang ada.
Relevansi Pandangan Profesor Sen bagi Indonesia
            Pada tahun1997/98 pandanga tentang nilai-nilai demokrasi dalam mengatasi krisis ekonomi di Indonesia menjadi sangat relevan. Krisis ekonomi ini sulit untuk disembuhkan karena beberapa sebab, yakni peranan protektif demokrasi tidak ada, korupsi besar-besaran, dan represi terhadap segala lapisan politik, dan tiadanya kebebasan instrumental (kebebasan politik, fasilitas .ekonomi, peluang sosial, jaminan transparansi dan jaminan perlindungan) kepada masyarakat. Presiden Soeharto pun bersikap ambivalen terhadap beberapa persetujuan dengan IMF dan lebih mementingkan ekonomi anak-anaknya serta mengacuhkan ekonom yang peduli atau mereka yang mencoba memberi nasihat. Prof Sen berujar dalam pidatonya mengenai krisis di Asia bahwa peranan protektif demokrasi sama sekali tidak ada justru ketika sangat dibutuhkan.
Menurut Prof. Dr. Maying Oey-Gardiner, seorang Ilmuwan sosial Indonesia terkemuka, pendidikan dalam tiga dasawarsa terakhir maju pesat, namun jurang pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan tetap menganga dan semakin meningginya jenjang pendidikan yang dimiliki, akan semakin lebar lagi, implikasinya adalah dalam hal keadilan. Dan seharusnya dalam diskusi mengenai “aset merata” tidak melulu terpusat pada redistribusi aset fisik atau aset moneter melainkan juga krusial redistribusi aset nonfisik yang unsur terpentingnya adalah keterampilan manusia, yang memperluas lembaga pendidikan yang baik, meningkatkan beasiswa bagi anak yang kurang mampu sehingga dapat mencapai kehidupan yang diidam-idamkan.

Supremasi Undang-Undang Dasar



Ditinjau dari sudut politis, dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar sifatnya lebih sempurna dan lebih tinggi daripada undang-undang biasa, hal ini didasari oleh perbedaan badan yang membuatnya dan pembuatan UUD yang istimewa. Dengan adanya gagasan bahwa UUD adalah hukum tertinggi (supreme law) yang harus diaati, maka siapakah yang akan menjamin bahwa ketentuan UUD benar-benar diselenggarakan menurut jiwa dan kata-kata lain dari naskah, baik oleh badan eksekutif maupun badan-badan pemerintahan lainnya?
-          Di Inggris, Parlemen-lah yang yang dianggap badan tertinggi dan berhak untuk mengubah ataupun membatalkan undang-undang yang dianggapnya tidak sesuai dan bertentangan dengan ketentuan UUD.
-          Di negara-negara berbentuk federasi, menurut mereka perlu adanya satu badan di luar badan legislatif yang berhak meneliti apakah sesuatu undang-undang bertentangan dengan UUD. Di Amerika Serikat, India dan Jerman Barat wewenang itu ada di tangan Mahkamah Agung (Guardian of the constitution), karena dianggap lebih bijak dan kedudukannya bebas dari tekanan dan fluktuansi politik.
-          Di Prancis, adanya Mahkamah UUD (terdiri dari Hakim-Hakim Mahkamah Agung dan hakim lainnya.
-          Di Indonesia, adanya Mahkamah Konstitusi ang berwenang menguji apakah sebuah undang-undang bertentangan dengan UUD.

Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis dan Undang-Undang Tertulis
            Menurut C.F. Strong (Modern Political Constitutions) dan Frank Bealey (Elements in Political Science) pembedaan ini sebenarnya kurang tepat, oleh karena tidak ada UUD yang seluruhnya tak tertulis; demikian pula tidak ada UUD yang seluruhnya tertulis.
·        Undang-Undang Dasar Tertulis
Inggris: Salah satu UUD yang dianggap tidak tertulis adaah UUD Inggris, karena tidak merupakan satu naskah, sebenarnya sebagian besar UUD ini terdiri atas berbagai bahan tertulis berupa dokumen-dokumen resmi yang menjadi ketentuan-ketentuan ketatanegaraan Inggris.
1.      Beberapa undang-undang antara lain :
-          Magna Charta 1215, meskipun sifatnya feodal, namun dianggap penting karena pertama kalinya raja mengakui beberapa hak dari bangsawan bawahannya.
-          Bill of Rights 1689 & Act of Settlement 1701. Merupakan hasil kemenangan Parlemen melawan raja-raja Dinasti Stuart karena memindahkan kedaulatan dari tangan raja ke tangan Parlemen (King in Parliament), dalam Glorious Revolution of 1688.
-          Parliament Acts 1911 dan 1949, yang membatasi kekuasaan Majelis Tinggi (House of Lords) dan menetapkan supremesi Majelis Rendah (House of Commons)

2.      Beberapa keputusan hakim, terutama yang merupakan tafsiran terhadap undang-undang Parlemen.
3.      Konvensi – konvensi (aturan-aturan antara lain berdasarkan tradisi) yang mengatur hubungan antara kabinet dan Parlemen. Beberapa konvensi yang penting adalah :
-          Prinsip tanggung jawab politik yang merupakan tulang punggung sistem pemerintahan Inggris, jika kabinet tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari mayoritas anggota Majelis Rendah, harus mengundurkan diri.
-          Jika Kabinet mengundurkan diri, langkah pertama, raja memberi kesempatan kepada pemimpin partai oposisi untuk membentuk kabinet baru.
-          Setiap waktu, sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Majelis Rendah, perdana menteri dapat meminta kepada raja untuk membubarkan ajelis itu dan mengadakan pemilihan umum baru.
-          Perdana Menteri merupakan anggota Majelis Rendah.
Walaupun dalam sudut yuridis, konvensi tidak mempunyai kekuatan hukum dan badan-badan pengadilan tidak dapat melaksanakannya, hal ini ditaati karena faktor praktisnya dan karena aturan-aturan itu didukung dan dianggap wajar oleh masyarakat. Namun akhir-akhir ini banyak konvensi yang dikodifikasi yang dianjurkan oleh Ivor Jennings (Cabinet Government) dengan alasan sebagai berikut :
1.      Undang-undang lebih besar kewibaannya daripada konvensi.
2.      Pelanggaran terhadap undang-undang lebih mudah diketahui dan dapat diambil tindakan lebih cepat.
3.      Undang-undang biasanya terang dan tegas perumusannya. Konvensi biasanya timbul dari kebiasaan, dan kadang-kadang sukar menetapkan kapan suatu kebiasaan menjadi konvensi.

·        Undang-Undang Dasar Tertulis
Ketentuan-ketentuan konstitusional Amerika Serikat terdapat dalam :
-          Naskah UUD
-          Sejumlah undang-undang
-          Sejumlah keputusan Mahkamah Agung berdasarkan hak menguji
Munculnya partai politik terjadi di luar dugaan dan harapan dari para negarawan yang menyusun UUD, sebab banyak diantara mereka mewakili golongan berada yang ingin mencegah rakyat jelata bertambah kuat. Sifat aristokratis ini ternyata terlihat dalam beberapa pasal UUD, yang diantaranya :
-          Presiden tidak langsung dipilih oleh rakyat, namun pemilihan bertingkat oleh sebuah Majelis Pemilihan (Electoral College) yang anggotanya dipilih oleh negara-negara bagian.
-          Para anggota Sena dipilih oleh badan-badan legislatif negara-negara bagian, sedangkan untuk pemilihan anggota House of Representatives beberapa negara bagian membatasi jumlah pemilih dengan menentukan bermacam-bermacam syarat berdasarkan ras, warna kulit, tingkat kecerdasan atau dengan poll tax.
Selain partai politik yang terbentuk di luar UUD, juga ada 10 departemen, badan lain seperti Bureau of the Budget, bahkan Mahkamah Agung yang dijadikan sebagai “Pengaman UUD” (Guardian of the Constitution).
Menurut Mahkamah Agung, tiga lembaga negara, yaitu badan eksekutif, badan legislatif, dan badan yudikatif, memppunyai kedudukan sama tinggi dan dalam bidangnya masing-masing merupakan kekuasaan tertinggi yang bebas dari campur tangan lembaga-lembaga lainnya. Bagi ketiga lembaga ini UUD merupakan kekuasaan tertinggi yang ditafsirkan menurut cara dan prosedur masing-masing.
Mahkamah Agung tela memainkan peranan penting dalam menyesuaikan UUD yang sudah lebih dari 200 tahun umurnya pada perubahan-perubahan masyarakat, sekalipun prosedur mengubah UUD secara formal sangat sukar. Dan berdasarkan tafsiran Mahkamah Agung maka pemerintah federal dewasa ini mempunyai wewenang untuk mengatur soal-soalseperti asuransi, monopoli, lotere dll, sehingga keputusan-keputusannya telah mengubah tata masyarakat.